Sejarah sebagai kisah adalah sejarah yang menyangkut penulisan peristiwa tersebut oleh seseorang sesuai dengan konteks zamannya dan latar belakangnya. Sejarah sebagai kisah dapat kisahkan atau ditulis lagi oleh siapa saja dan kapan saja sehingga ada proses berkelanjutan.
Peristiwa-peristiwa seperti Perlawanan Pattimura 1817; Perlawanan Kaum Paderi (1821-1838), Perlawanan Diponegoro (1825-1830); Perlawanan Bali (1846-1905), Perlawanan Aceh (1871-1904), Proklamasi 17 Agustus 1945 dan sebagainya dapat berulang-kali ditulis kembali (dikisahkan) oleh penulis sejarah (sejarawan) atau orang yang berminat pada sejarah, baik oleh angkatan '45, ‘50, ‘66, atau angkatan 2004. Hasil penulisannya berupa karya tulis, dapat berwujud cerpen, buku atau dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya.
Demikian juga kegiatan upacara peringatan Proklamasi 17 Agustus dapat terulang-ulang di mana saja, oleh siapa saja, misalnya di sekolah oleh warga sekolah, di kantor oleh warga kantor, di kampung oleh warga kampung dan sebagainya, yang hingga tahun 2006 telah genap 61 tahun (HUT RI ke-61). Jadi, peristiwanya hanya sekali (proses tidak berkelanjutan = sejarah obyektif = sejarah sebagai peristiwa), namun kisah- nya/peringatannya atau makna dari peristiwa tersebut dapat berulang-ulang (ada proses berkelanjutan = sejarah subyektif = sejarah sebagai kisah).
0 Response to "Sejarah sebagai Kisah "
Post a Comment